Sabtu, 24 Juni 2017

Kritik Cerpen Sisik Naga Di Jari Manis Gus Usup Karya M. Shoim Anwar



Kepribadian Tokoh Utama dalam Cerpen Sisik Naga Di Jari Manis Gus Usup Karya M. Shoim Anwar


Karya sastra fiksi merupakan sebuah gambaran kehidupan masyarakat. Fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenarabn yang telah diyakini keabsahannya sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan (Nurgiyantoro, 2010:5).
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia sering disuguhkan dengan berbagai masalah yang menyangkut jiwanya. Namun, tidaklah mudah untuk mengetahui proses kejiwaan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian terhadap gejala kejiwaan karena gejala tersebut merupakan perwujudan atau penjelmaan dari kehidupan jiwa.
Psikologi merupakan ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Namun, jiwa itu sendiri tidak tampak. Jadi, yang dapat dilihat atau di teliti ialah perilaku atau aktivitas yang merupakan manifestasi atau pengalaman kehidupan jiwa. Sehubungan dengan hal  tersebut, diperlukan suatu kajian terhadap karya sastra yang dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu disiplin ilmu yaitu psikologi sastra (Walgito, 2004:9-10).
Pengalaman dan tingkahlaku manusia dapat digambarkan lewat tokoh rekaan dalam karya sastra. Minderop (2011:1) mengatakan bahwa tokoh rekaan ini menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis atau konflik-konflik sebagaimana dialami oleh manusia di dalam kehidupan nyata.
Identidikasi masalah perlu ditetapkan terlebih dahulu untuk memudahkan dan mengetahui kemungkinan masalah yang timbul dalam penelitian. Cerpen Sisik Naga Di Jari Manis Gus Usup Karya M. Shoim Anwar dapat dianalisis dengan alasan : 1) Cerpen sisik naga di jari manis Gus Usup karya M. Shoim Anwar mengisahkan kepribadian tokoh utama yang suka bermain judi dengan bantuan kelebihan batu yang dia miliki sehingga menjadi seorang yang hebat di lingkungannya, 2) melalui cerpen sisik naga di jari manis Gus Usup karya M. Shoim Anwar ini sudut yang tidak terduga untuk menampilkan kisah inspriratif tentang karakteristik tokoh utama sehingga sangat menarik untuk dikaji menggunakan kajian psikologi kepribadian.
Teori psikologi kepribadian melahirkan konsep-konsep seperti dinamika pengaturan tingkahlaku, pola tingkahlaku, model tingkahlaku dan perkembangan tingkahlaku. Sasaran utama psikologi kepribadian adalah memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia. Karya sastra, sejarah dan agama bisa memberikan informasi berharga mengenai tingkahlaku manusia.
Heymans (dalam Suryabrata, 2007:70-74) berpendapat bahwa manusia memiliki beranekaragam kepribadian dan memiliki dasar klasifikasinya dalam tiga bentuk kualitas kejiwaan yaitu : emosionalitas, proses pengiring, dan aktivitas.
Dalam cerpen ini tergambar dengan jelas bagaimana masyarakat menghormati Gus Usup. Cerpen ini tergolong kepribadian “bijaksana” masuk kedalam golongan yang proses pengiringnya kuat dan diberi tanda (+). Proses pengiring merupakan sedikit atau banyaknya pengaruh dari kesan tersebut tidak lagi dalam alam kesadaran manusia. Berikut ini kutipannya.
Ketika dia melintas di jalan, orang-orang menyapanya dengan penuh rasa hormat, sedikit membungkukkan badan, menanyakan mau ke mana, hingga mempersilakan mampir ke rumah. Sebuah kehormatan luar biasa bila Gus Usup berkenan singgah dan menyeruput kopi yang kami suguhkan. Tentu saja ini jarang terjadi. Gus Usup menjawab sapaan kami dengan tersenyum sambil terus mengayuh sepedanya.
Assalamu’alaikum, Gus,” begitulah kami menyapa ketika beliau lewat. Salam itu dijawabnya dengan sopan pula.
“Mampir dulu, Gus.”
Inggih, terima kasih,” jawabnya lembut.
Gus Usup bukanlah orang sembarangan. Itulah pandangan kami selama ini.
Dari pengambaran secara tidak langsung pengarang atau indirekte charakterisierung yaitu melalui tingkah laku dari tokoh utama ini menunjukkan kebijaksanaannya ketika berhadapan dengan orang lain  sehingga tidak merugikan orang lain yang ada disekitarnya. Dan menggambarkan bahwa Gus Usup memang sosok yang dihormati. Gus Usup sosok yang ramah dan mudah akrab terhadap warga. Dilihat dari jawaban Gus Usup yang tidak sombong terhadap sesame, Gus Usup seorang yang bijaksana  dan bisa dijadikan panutan oleh warga disesanya.
Cerpen ini juga tergolong kepribadian “praktis” yang masuk ke dalam emosionalitas yang tinggi dan diberi tanda (+). Emosionalitas merupakan mudah atau tidaknya akibat dari kesan yang ditimbulkan. Kesan tersebut merupakan perasaan dan penghayatan yang dimiliki manusia. Kata praktis merupakan deskripsi sesuatu kebiasaan seseorang atau menjadi suatu hal yang khas dalam diri seseorang. Pernyataan tersebut terlihat jelas pada kutipan cerpen berikut ini.
Gus Usup terbilang tampan. Wajah dan kulitnya kuning bersih. Rambutnya selalu dipotong pendek. Karena tak pernah memakai kopiah, rambut bagian depan yang agak panjang terlihat ikal menggelombang. Alisnya cenderung tebal. Dia tak pernah memelihara kumis dan jenggot, tapi tepat di bagian bawah bibirnya terdapat rambut yang dibiarkan tumbuh hingga membentuk gerumbul yang manis di wajahnya. Sering dia mengangkat ujung sarung hingga sebatas dengkul saat berjalan. Bulu-bulu keriting kelihatan tumbuh lebat di kakinya yang kuning. Mungkin karena ketampanannya itulah Gus Usup menjadi anak kesayangan Bu Nyai.

Dari kutipan tersebut pengarang menggambarkan secara tidak langsung. Kondisi tokoh Gus Usup yang pada awalnya adalah seorang lelaki yang tinggal di lingkungan pondokan. Warga yang tinggal di daerah sekitar pondokan tersebut sangat memperhatikan seorang Gus Usup.
Dari kondisi fisik Gus Usup adalah seorang lelaki yang tampan, serta memiliki wajah dan kulit yang kuning bersih. Dan cara berpakaiannya Gus Usup itu ia menggenakan pakaian sangat sopan. Karena Gus Usup sangat memperhatikan kebersihan dan juga kerapian sehingga Gus Usup terlihat sosok lelaki yang tampan. Dari cara berpakaiannya itu dapat di lihat ia seorang yang praktis karena ia menggenakan sarung sebatas dengkul sehingga Bulu-bulu keriting kelihatan tumbuh lebat di kakinya yang kuning. Dari tingkah laku Gus Usup tersebut di gambarkan bahwa enggan tidak mau memanjangkan sarungnya karena agar terlihat sosok lelaki yang gagah.
Kepribadian Gus Usup tidak hanya memiliki wajah yang tampan memlainkan Gus Usup juga pernah menjadi anak nakal ketika usianya masih kecil. Oleh karena itu, ia di marahi. Berikut kutipannya.
 “Sejak anak-anak, Gus Usup itu suka main dengan anak-anak kampung,” cerita Guk Mat sebagai teman sepermainannya.
“Apa kesukaannya, Guk?” kami bertanya.
“Menghanyutkan diri dengan rakit dari batang pisang, lalu mandi bersama-sama di Kali Dam sambil belajar renang gaya sungai,” lanjut Guk Mat sambil memperagakan renang gaya sungai. “Gus Usup juga suka mencari batu-batu kecil di dasar sungai.”
“Untuk apa batu?”
“Katanya itu batu akik.”
“Kalau ketahuan keluarga pondok, Gus Usup dimarahi apa nggak, Guk?”
Guk Mat tersenyum. Sepertinya dia memang punya kenangan masa kecil yang seru dengan Gus Usup.
“Ya, sering. Gus Man itu, kakaknya yang paling besar, sering mencarinya. Gus Usup diseret pulang kalau ketahuan mandi di sungai. Makanya kalau habis mandi Gus Usup nggak berani langsung pulang.”
“Kenapa, Guk?” kami makin ingin tahu.
“Kalau habis mandi di sungai mata pasti merah warnanya. Makanya kalau pulang harus nunggu lama sampai nggak merah lagi. Tapi itu dulu,” kata Guk Mat. “Sekarang Kali Dam sudah tercemar sampah dan limbah.”
            Kutipan diatas termasuk kepribadian kesadaran perasaan. Dikatakan  demikian karena apabila dicermati tuturan tersebut menggambarkan seorang Gus Usup tidak suka bergaul dengan anak kampung. Gus Usup sering menyindiri dan bermain di  sungai untuk mencari batu yang mirip seperti  batu akik. Dengan kebiasaan Gus Usup tersebut Gus Usup tidak berani pulang ketika di ketahuan mandi di sungai pasti akan di marahi. Oleh karena itu, ketika Gus Usup mandi di sungai menunggu mata Gus Usup tidak merah agar tidak ketahuan.
Seiring dengan perkembangan tingkahlaku dan usia kepribadian Gus Usup yang nakal sejak kecil telah menghilang. Akan tetapi, Gus Usup memiliki kepribadian ketidaksadaran yang dengan tiba-tiba kepribadian itu menjadi kebiasaan sehari-hari Gus Usup. Berikut kutipannya.
Inilah satu kebiasaan lain Gus Usup. Kami hampir selalu melihat dia menggigit-gigit benda kecil semacam tusuk gigi hingga kedua rahangnya bergerak-gerak. Sering dia menggapai ranting-ranting kecil ketika berjalan, atau bagian-bagian tertentu dari pagar bambu di tepi jalan yang dilewatinya untuk digigit-gigit menggantikan yang telah habis di bibirnya. Mohon maaf kalau perumpamaan kami tidak tepat. Kesukaan Gus Usup menggigit-gigit lidi itu mirip kebiasaan burung labet yang hendak bersarang.
Berdasarkan kutipan di atas, Gus Usup memiliki kepribadian ketidaksadaran. Ketidaksadaran tersebut, membuat Gus Usup aneh. Karena Gus Usup sering menggigit tusuk gigi seperti kebiasaan burung labet yang ingin bersarang.
   Dalam cerpen ini juga menceritakan tentang Gus Usup yang tidak pernah kalah dalam permainan kartu. Warga masyarakat percaya bahwa cincin akik yang bergambar sisik naga di jari Gus Usup itulah yang membuat dia tidak terkalahkan. Cerpen ini menggambarkan kepribadian “tidak pantang menyerah” masuk kedalam kualitas kejiwaan aktivitas. Aktivitas merupakan cara menyatakan diri dengan perasaan dan pemikiran yang spontan dan kepribadian ini masuk kedalam golongan yang aktif dan di beritanda (+). Dari penggambaran secara tidak langsung dapat dilihat dari tidak pantang menyerah tokoh utama dengan keberaniannya menantang teman-temannya. Berikut kutipannya.
Ngandang!” kata Gus Usup sambil membuka semua kartu di tangannya dengan cekatan, diletakkan di lantai. Benar, kali ini dia memenangkan permainan. Diraupnya uang recehan yang menumpuk di tengah karena sudah lima kali putaran belum ada yang memenangkan. Yang lain cuma manggut-manggut kecut. Dengan sigap Gus Usup kembali mengocok tumpukan kartu dan membagikan kepada para pemain.
“Sisik naga dilawan,” kata Cak Nan sambil meraih gelas kopi.
“Giliranku menang.” Wak Marsud menepuk-nepuk sisik naga di jari Gus Usup. Gus Usup hanya tersenyum.
“Habis recehan saya, Gus,” kata Guk Mat.
“Masih sore kok sudah habis,” Gus Usup menimpali. “Tukarkan!”
Semua yang bermain mengerti apa yang dimaksud Guk Mat. Mereka berharap Gus Usup membagikan kembali uang yang telah dimenangkan. Dan memang demikianlah. Mereka yang bermain dengan Gus Usup boleh dibilang tak pernah kalah atau merugi.
Kondisi pada saat itu menggambarkan bahwa Gus Usup terus berusaha walau berkali-kali putaran sehingga uang recehannya sampai habis dia terus berusaha dan dia terus memenangkan permainan tersebut. Sehingga teman-teman Gus Usup heran melihat Gus Usup dan saling bertanya-tanya kenapa Gus Usup selalu yang memenangkannya.
Dalam cerpen ini teman-teman Gus Usup sangat heran melihat Gus Usup. Berikut kutipannya.
Uang recehan Guk Mat sudah benar-benar habis. Beberapa kali putaran dia tidak pernah memenangkan permainan kartu remi itu. Gayanya membanting kartu sudah tampak bahwa dia agak kesal karena belum pernah nyirik. Sementara dia melihat di depan Gus Usup uang recehan mengumpul sebagai bukti kemenangan. Tiba-tiba Gus Usup pamitan ke belakang. Dia minta permainan dilanjutkan saja. Hari memang semakin beranjak malam. Semua pemain juga sudah pernah pamit ke belakang untuk kencing. Dengan sedikit terburu-buru Gus Usup masuk kembali dan melemparkan jaketnya ke Guk Mat.
“Titip sebentar, biar tidak basah!” kata Gus Usup.
 Kutipan di atas menunjukkan bahwa teman-teman Gus Usup heran melihat Gus Usup terutama guk mat. Guk mat disini memiliki kepribadian kesadaran perasaan. Guk Mat tampak kesal karena tidak pernah memenangkan permainan kartu, selalu saja yang memenangkannya Gus Usup. Tiba-tiba di tengah-tengah permainan yang sedang berlangsung, Gus Usup berhenti bermain karena ingin ke toilet. Gus Usup tiba-tiba melemparkan jaket ke arah Guk Mat dan masuk ke toilet kembali, sehingga tidak dapat berkonsentrasi dengan permainan kartu diakibatkan perutnya yang sakit.
            Dari sisi lain Gus Usup juga memiliki kepribadian ”suka menolong” masuk kedalam golongan yang proses pengiringnya dan diberi tanda (+). Proses pengiring merupakan sedikit atau banyaknya pengaruh dari kesan tersebut tidak lagi dalam alam kesadaran manusia. Dari penggambaran secara langsung dapat dilihat rasa suka menolong dari tokoh utama dapat dilihat dari kutipan dibawah ini.
Mungkin juga tak pernah benar-benar menang. Di akhir permainan, atau ketika lawannya sudah kehabisan uang, Gus Usup akan memberikan kembali uang itu. Mereka lama-lama merasa sungkan. Ketika Gus Usup kalah dan kehabisan uang, mereka pun memberikan kembali uang modal kepada Gus Usup. Akik sisik naga di jari manis Gus Usup akhirnya menjadi harapan mereka, karena kalau Gus Usup menang pasti uangnya akan dibagikan kembali.
Dari kutipan tersebut digambarkan bahwa tokoh utama ingin menolong teman-temannya. Pada saat itu sedang bermain remi dengan teman-temannya Gus Usup telah memenangkan permainan itu berkali-kali sehingga uang recehan teman-temannya berangsur habis. Dengan melihat kondisi Gus Usup selalu membagi-bagikan uang recehan hasil kemenangannya itu di bagikan kepada teman-temannya agar permainan tersebut terus berjalan.
Dari cerita cerpen ini juga menggambarkan bahwa Gus Usup disaat bermain ia menggenakannya. Pada saat di pertengahan permainan Gus Usup tiba-tiba perutnya sakit sehingga jaket Gus Usup dilemparkan Gus Usup ke arah Guk Mat sangatlah tidak terawat. Tetapi, dari jaket itulah Guk Mat pada akhirnya mendapatkan keuntungan dalam permainan kartu. Perhatikan kutipan berikut.
Jaket tentara warna hijau yang sudah memudar itu berada di pangkuan Guk Mat, baunya apak kayak karung karena mungkin sudah lama tak dicuci. Permainan berlangsung terus meski harus melangkahi giliran Gus Usup. Sampai satu putaran usai Gus Usup belum juga kembali. Entah mengapa kali ini lama. Dari tadi memang Gus Usup tampak kurang nyaman sambil memijit-mijit perutnya.
Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan bahwa kepribadian Gus Usup ini memiliki kepribadian “praktis” yang bertanda (-) mengapa dikatakan demikian karena pakian yang dikenakan oleh Gus Usup tidak pernah di cuci sehingga warnanya sampai memudar dan berbauk apek. Di samping itu Gus Usup juga memiliki kepribadian ke tidak tenangan dalam bermain. Karena pada pertengahan permainan Gus Usup menderita sakit perut dan akhirnya Gus Usup berpamit untuk pulang. Dan teman-temannya pada saat Gus Usup pamit pulang teman-temannya terlihat sangat senang sekali mengapa demikian. Karena tidak ada yang akan mengalahkan lagi dan teman-temannya berharap ia yang akan memenangkannya. Perhatikan kutipan berikut.
“Mumpung tak ada Gus Usup. Menang!” kata Guk Mat dengan yakin.
“Aku yang harus menang,” Cak Kamal menimpali.
“Jangan mulai dulu. Kita tunggu Gus Usup datang,” usul Cak Nan.
“Kan kita disuruh terus tadi?” Kang Marsud ingin berlanjut.
“Gak enak ah!” sergah Cak Nan.
“Lanjuuut…!” Guk Mat tak mau membuang-buang waktu. Kartu remi itu dikocok dengan cepat. Diletakkan di tengah, barangkali ada yang mau mengocok lagi karena tidak puas. Tidak ada. Guk Mat segera membagikan kartu itu satu per satu. Permainan pun berlanjut. Ketika semua asyik mencermati kartu, Gus Usup muncul dan pamitan pulang dengan terburu-buru. Tanpa menunggu tanggapan dia langsung pergi dengan mengucapkan satu kalimat pendek, “Perutku nggak enak.” Uang recehannya juga ditinggal.
Berdasarkan kutipan di atas, Guk Mat memiliki kepribadian kesadaran perasaan. Perasaan Guk Mat digambarkan dengan ketidak sabaran karena terlalu menunggu lama Gus Usup yang sedari tadi ke toilet tidak keluar-keluar. Permainan akhirnya terus berjalan, ketika mereka sedang asyik bermain kartu tiba-tiba Gus Usup datang dan langsung pergi dengan mengucapkan bahwa perutnya sedang sakit.
Tanpa kehadiran Gus Usup permainan bukan makin mengendor, tapi makin bersemangat. Mereka tidak lagi bertaruh dengan recehan, uang kertas yang tadi hanya ngendon di saku kini keluar dengan warna-warninya. Permainan kali ini bukan sekadar cari hiburan atau menghabiskan waktu, tapi benar-benar mempertaruhkan nasib untuk meraih kemenangan. Perhatikan kutipan berikut.
Tiap rentetan peristiwa pasti mencapai puncaknya. Titik kulminasi terjadi bukan tiba-tiba, tapi mengalir dengan pasti, seperti suhu pada tungku pembakaran yang mendidihkan air. Begitu juga permainan kartu kali ini. Mereka yang kehabisan modal telah tersingkir. Tidak ada lagi pembagian recehan seperti kalau bersama Gus Usup. Kopi-kopi di tempatnya sudah tinggal ampas dan memadat. Ayam berkokok sudah terdengar. Mungkin sebentar lagi beduk subuh ditabuh. Di arena permainan itu menyisakan tiga orang: Guk Mat, Cak Kamal, dan Kang Marsud. Mereka yang tersisih kini sebagai penonton saja. Sudah lima putaran belum ada yang memenangkan. Sementara tiap ganti putaran uang taruhan selalu ditambahkan.
Berdasarkan kutipan di atas, setiap peristiwa akan mencapai puncaknya. Titik tertinggi itu berawal dari proses dan mengalir dengan pasti. Pemainan kartu kali ini seperti itu, sebagian dari mereka sekarang hanya sebagai penonton sehingga tidak lagi memiliki modal karena kalah dalam bermain. Kini permainan itu yang bertahan hanyalah tiga saudara tersebut.
Inilah pertaruhan nasib di titik-titik akhir. Sudah tak ada lagi taruhan yang ditambahkan. Dompet-dompet sudah terkuras. Tampak mereka makin berkonsentrasi. Mereka yang menonton juga berharap cemas. Ingin tahu siapa yang berhasil meraup uang yang menumpuk di tengah arena itu. Perhatikan kutipan berikut.
Seperti juga memancing. Ada debaran dan harapan agar ikan segera menggondolnya. Ikan itu kali ini tidak lain adalah kartu remi. Mata mereka makin membuka. Jantung mereka makin mendebar. Alir darah mereka juga makin menderas. Beberapa putaran kartu-kartu yang mereka buru juga belum ketemu. Sepertinya mereka saling mengetahui kartu-kartu yang diburu sehingga dicengkeram makin rapat. Waktu makin merambat dengan pasti. Kokok ayam makin kerap terdengar.
Berdasarkan kutipan di atas, tersisalah tiga orang yang bermain kartu. Mereka harap-harap cemas hingga kokok ayam makin terdengar, mereka tetap sibuk dengan bermain kartu. Untuk terakhir kalinya dalam permainan ini, uang mereka terkuras habis sehingga mereka tampak berkonsentrasi dan sama-sama saling ingin menang dalam permainan kartu ini.
Semua kartu yang dipegang dibanting ke lantai dengan terbuka. Kali pertama Guk Matlah yang menang dalam permainan kartu ini. Perhatikan kutipan berikut.
Guk Mat teringat, di tengah permainan tadi dia juga sempat menyembunyikan uang kemenangan di saku jaket Gus Usup yang dipakainya. Uang itu segera dikeluarkan. Ah, jumlahnya makin banyak pula. Kantong saku jaket sebelah kiri telah dirogohnya. Kini dia berganti merogoh saku jaket sebelah kanan. Terasa ada benda aneh di tangannya. Segera dikeluarkan. Guk Mat terjingkat. Sisik naga! Akik Gus Usup itu ternyata ikut tertinggal di saku jaketnya. Entah ini disengaja atau tidak oleh Gus Usup. Mata Guk Mat tak berkedip melihatnya. Ada getaran di jemarinya.
Berdasarkan kutipan di atas, Guk Mat memiliki kepribadian kesadaran perasaan. Perasaan Guk Mat digambarkan dengan perasaan curang karena telah menyembunyikan uang di kantonf sebelah kiri jaket Gus Usup. Tidak puas dengan kantong kiri, dirogoh kembali kantong sebelah kanan, ternyata di dalamnya terdapat cincin akik sisik naga yang entah sengaja ditinggalkan Gus Usup atau memang tertinggal di kantong jaket tersebut. Tapi, secara pasti Guk Mat berpikir kalau kemenangan dirinya hari ini berkat sisik naga Gus Usup. Dipakailah akik tersebut dan ada getaran di jemarinya.

Dari beberapa kutipan yang telah dipaparkan, cerpen Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dalam cerpen ini adalah M. Shoim Anwar mengangkat cerita ini berdasarkan peristiwa atau fenomena sosial yang sering terjadi antara kehidupan keluarga pondokan dengan warga masyarakat yang terjalin begitu harmonis dan begitu menghormati satu sama lain. Sedangkan kekurangan dalam cerita cerpen ini adalah ketidak jelasan akik sisik naga yang di peroleh Gus Usup sehingga pembaca menjadi penasaran dan untuk akhir cerita sisik naga Gus Usup ini kurang menarik karena ceritanya membuat pembaca penasaran tentang rencana jahat yang di lakukan oleh Guk Mat terhadap akik sisik naga yang dimiliki oleh Gus Usup.


Daftar Pustaka

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Univerity Press
Sumardjo, Jakob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Bandung: PT. Gramedia Pustaka Prima
Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ESAI CERPEN RENDEMEN KARYA M. SHOIM ANWAR

PERMAINAN PARA TENGKULAK DALAM CERPEN RENDEMEN KARYA M. SHOIM ANWAR                     Seperti biasa M. Shoim Anwar kembali meng...