Sosiologi Sastra Dalam Cerpen“Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah”
Karya M.Shoim Anwar
Nama : MARIA HELIANA SUSANTI
Menurut Kurniawan (2012: 2), karya sastra sebagai salah satuproduk sebuah kebudayaan dapatdikatakan sebagai cerminan darimasyarakat tempat karya sastra itulahir. Sebuah penelitian yangmembicarakan tentang majutidaknya atau tinggi rendahnyasebuah kebudayaan tidak hanyaditilik dari karya-karya atau tulisan ilmiah yang dihasilkannya. Tetapi,penilaian tentang hal tersebutdapat juga dilakukan denganmelihat karya-karya sastra yangdihasilkan oleh masyarakat yangbersangkutan.
Kita tidak perlu harus terjun masukke dalam masyarakat untukmengetahui kebudayaansuatumasyarakat. Penelitian dapatdilakukan dengan cara menggalikarya-karya fiksi, seperti buku-bukusastra, novel atau cerpen. Hal inilah yangmembuat perkembangan sastratidak bisa dipisahkan dengan polakehidupan dan pola pikirmasyarakatnya. Cara masyarakatuntuk hidup dan bertingkah lakudalam kehidupan sosial merekabisa sangat mempengaruhi seorangpenulis dalam merefleksikan pemikirannya tentang suatumasalah yang kemudian bisadiwujudkan dalam suatu kreasiyang kemudian layak disebutsebagai suatu karya sastra. Dan halyang serupa juga terjadi pada perkembangan sastra di Indonesia.Dalam perkembangannya, M.Shoim Anwar merupakan satu namayang menghiasi jejak sastra ditanah air. Lewat karyanya, M.Shoim Anwar melukis karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan.Karya cerpen M.Shoim Anwar yang berjudul “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” ini dinilaisebagai karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial).
Cerpen“Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” adalah sebuah cerpen yangberbingkai sosiologi sastra. Perspektifsosiologisastra lebih mengarah padakarya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatannya. Sosiologi dilatar belakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di suatu masyarakat.
Apa yang disebut sosiologi sastra ialah pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Cerpen“Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah”memiliki kandungan yang menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Inilah yang kemudianmelatarbelakangi peneliti untukmengkaji cerpen“Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah”dengan judulSosiologi Sastra Dalam Cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Karya M. Shoim Anwar.
Dalam kajian sosiologi sastra cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” ini tergambar dengan jelas bagaimana masyarakat bergunjing membicarakan ada tahi lalat di dada istri Pak Lurah. Itu kabar yang tersebar di kampung. Keberadaannya seperti wabah. Lembut tapi pasti. Mungkin orang-orang masih sungkan untuk mengatakannya secara terbuka. Mereka menyampaikan kabar itu dengan suara pelan, mendekatkan mulut ke telinga pendengar, sementara yang lain memasang telinga lebih dekat ke mulut orang yang sedang berbicara. Mereka manggut-manggut, tersenyum sambil membuat kode gerakan menggelembung di dada dengan dua tangan, lalu menudingkan telunjuk ke dada sendiri, sebagai pertanda telah mengerti dan tak cukup berhenti di situ masyarakat juga menggunjing kedekatan istri Pak Lurah dengan bos proyek perumahan. Pernyataan tersebut dapat di tunjukkan melalui kutipan cerpen berikut ini:
Kutipan Pertama:
"Awas, ini rahasia. Jangan bilang siapa-siapa!" kata Bakrul memulai pembicaraan sambil mendekatkan telunjuknya ke mulut.
"Di sebelah mana?" aku mengorek.
"Di sebelah kiri, agak ke samping," jawab Bakrul.
"Besar?"
"Katanya sebesar biji randu."
Kutipan Ke dua:
"Di luar sana juga ada omongan soal kedekatan istri Pak Lurah dengan bos proyek perumahan," aku membuka pembicaraan dengan istri. "Kedekatan yang gimana lagi?" istriku mendongak. "Bos proyek itu sering datang saat Pak Lurah tidak ada di rumah. Katanya juga pernah keluar bareng."
Bulan depan adalah masa pendaftaran calon lurah atau kepala desa di sini. Konon Pak Lurah akan mencalonkan kembali untuk periode berikutnya. Tak ada yang bisa mencegahnya meski janji-janjinya yang dulu ternyata palsu.
"Ada unsur politik juga kayaknya," kataku pada istri.
"Mengapa istri diikut-ikutkan?" dia mendongak.
"Citra perempuan lebih sensitif untuk dimainkan."
"Pak Lurah telah menceraikan istrinya yang pertama. Ini istri kedua. Andai tetap dengan Bu Lurah yang dulu, tak akan tersiar kabar kayak begini."
"Bisa jadi berita itu datangnya dari suaminya yang dulu."
"Lo, Bu Lurah yang sekarang itu masih perawan. Selisih umurnya katanya dua puluh tahun," istriku menegaskan sambil menyambut Laela yang baru pulang sekolah.
Pak Lurah tak pernah berkomentar atas pembicaraan yang menyangkut istrinya. Kami memilih diam ketika dia lewat. Ini berbeda ketika yang lewat istrinya. Orang-orang mendehem, pura-pura batuk ketika ada istri Pak Lurah, tersenyum dan menyapa basa-basi. Tapi, dari arah belakang, mereka membuat isyarat gerakan gelembung di dada, kemudian menuding-nudingkan telunjuk ke dada sebelah kiri.
Letak sebuah sosiologi sastra pada kutipan pertama terletak pada ungkapan “Awas, ini rahasia. Jangan bilang siapa-siapa! kata Bakrul memulai pembicaraan sambil mendekatkan telunjuknya ke mulut.” dan pada kutipan ke dua terletak pada ungkapan “Di luar sana juga ada omongan soal kedekatan istri Pak Lurah dengan bos proyek perumahan,” aku membuka pembicaraan dengan istri. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa fenomena sosial itu mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Selanjutnya, dalam kajian sosiologi sastra cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” ini ditunjukkan bagaimana keburukkan sifat dan sikap Pak Lurah terhadap antarmasyarakat dengan orang-orang dan antarmanusia.Pernyataan tersebut dapat ditunjukkan melalui beberapa penggalan kutipan cerpen berikut ini:
Kutipan Pertama:
Suara truk pengangkut material untuk pembangunan perumahan menderu-deru di jalan depan rumah yang rusak parah. Debu-debu itu sering dikeluhkan oleh anakku, Laela, setiap pulang sekolah. Entah mengapa Pak Lurah dan perangkatnya tak peduli dengan situasi itu. Pak Lurah justru tampak akrab dan sering keluar bareng dengan mobil pengembang perumahan itu.
Kutipan Ke dua:
Jujur kukatakan, Pak Lurah juga sering menggunakan cara-cara kotor. Selama menjabat, tidak sedikit warga yang kehilangan sawah ladang dan berganti dengan perumahan mewah. Warga yang tinggal di tempat strategis, melalui perangkat desa Pak Bayan, dirayu untuk menjual tanahnya dengan harga yang lumayan mahal. Begitu tanah-tanah yang strategis itu terlepas dari pemiliknya, Pak Lurah semakin gencar membujuk yang lain dengan cara memanggilnya ke kantor kelurahan.
"Kalau tidak mau menjual, akan dipagari oleh pengembang perumahan," begitulah kata-kata intimidasi yang sering dilontarkan Pak Bayan kepada warga.
"Lama-lama desa ini habis terjual," kataku pada Pak Bayan.
"Habis gimana?" jawab Pak Bayan enteng.
"Bilang sama Pak Lurah," aku melanjutkan, "mestinya kehidupan kami diperbaiki agar makmur. Diciptakan lapangan kerja baru. Bukan mengancam agar rakyat menjual tanahnya kayak kompeni."
"Kalau ada perumahan, pasti warga dapat kesempatan kerja."
"Jadi kuli dan babu!" aku menyergah.
Aku yakin, warga asli sini kelak akan jadi buruh pembersih rumput dan tukang sapu di wilayah perumahan. Sambil duduk di tanah, mereka menatap rumah-rumah mewah, dengan badan kurus kurang gizi dan napas kembang kempis digerogoti usia, mereka akan menuding sambil berkata, "Itu dulu tanah milik saya. Batasnya dari sana hingga ke sana. Luaaas sekali...."
Letak sebuah sosiologi sastra pada kutipan pertama terletak pada ungkapan “Entah mengapa Pak Lurah dan perangkatnya tak peduli dengan situasi itu.” dan pada kutipan ke dua terletak pada ungkapan “Pak Lurah juga sering menggunakan cara-cara kotor. Selama menjabat, tidak sedikit warga yang kehilangan sawah ladang dan berganti dengan perumahan mewah” aku membuka pembicaraan dengan istri. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwasosialogi sastra memandang terhadap fakta kemanusiaan. Sosiologi sastra mencoba mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain yang ke semuanya itu merupakan struktur sosial kita untuk mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan, tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.
Kemudian, di dalam cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” ini ditunjukkan bahwa masyarakat masih saja mempermasalahkan gunjingan tentang tahi lalat di dada istri Pak Lurah yang masih simpang siur kebenarannya. Seperti yang ditunjukkan dalam kutipan cerpen berikut ini:
Semakin mendekati masa pendaftaran calon lurah, berita adanya tahi lalat di dada istri Pak Lurah semakin santer. Bumbu-bumbu pembicaraan makin banyak. Pembicaraan tidak hanya tertumpu pada tahi lalat di dada istri Pak Lurah, tapi meluas hingga sekujur tubuh istri Pak Lurah ditelanjangi.
Aku yakin Pak Lurah dan istrinya sudah mencium kasak-kusuk di sekitarnya. Mungkin untuk mengamankan pencalonannya kembali sebagai lurah, dia sengaja memilih diam dengan harapan pembicaraan itu akan menghilang dengan sendirinya. Tapi, dengan sikap diamnya itu, aku curiga jangan-jangan pembicaraan itu benar adanya. Kata-kata 'diam pertanda setuju' hadir dalam pikiranku. Memang, Pak Lurah dan istrinya serbasalah. Apa pun yang dikatakannya dijamin tidak akan dapat meyakinkan tanpa bukti fisik.
"Apa tidak mungkin jika salah seorang ibu PKK diminta mendekati Bu Lurah?" kataku pada istri.
"Untuk apa?"
"Menanyakan kepastian ada tidaknya tahi lalat itu."
"Terus kalau tidak ada mau apa?"
"Ya biar jelas dong," jawabku pura-pura lega.
"Terus kalau benar-benar ada?" istriku mengejar lagi.
"Orang-orang akan puas," aku bergaya manggut-manggut. "Akhirnya mereka kan berhenti ngrasani."
"Ehmm, untuk apa!" istriku melengos.
Dari awal aku sudah punya pikiran bahwa pembicaraan itu punya maksud lebih besar. Tidak penting apakah di dada istri Pak Lurah ada tahi lalatnya atau tidak. Di sebelah kiri atau kanan juga tak penting. Sebesar biji randu atau sebesar kelapa pun tak masalah. Yang sangat rawan adalah, bila benar-benar ada, kok sampai ada yang tahu? Siapa pun yang mengetahui tahi lalat di tempat rahasia itu pasti dia adalah orang yang punya hubungan khusus dengan istri Pak Lurah. Bila ditafsirkan lagi, perempuan itu sudah menjadi istri Pak Lurah saat menjalin hubungan khusus dengan orang tadi.
Letak sebuah sosiologi sastra pada kutipan di atas terletak pada ungkapan “Semakin mendekati masa pendaftaran calon lurah, berita adanya tahi lalat di dada istri Pak Lurah semakin santer”. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa adalah studi objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat , telaah tentang lembaga dan proses sosial.
Bertolak dari hasil analisis datadapat ditarik simpulan bahwaperwujudan pandangan sosiologi sastra yang terdapat dalam cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah”tampak dalam sikap dan sifatyang dimiliki oleh tokoh Pak Lurah terhadap masyarakatnya dan antarmasyarakat dengan orang-orang. M.Shoim Anwar menyampaikan konsep dan gagasan sosiologi sastra yang dimilikinya lewat percakapandan interaksi yang dilakukan tokoh Akudengan tokoh-tokoh yanglain.
Daftar Pustaka
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar